Rabu, 07 Maret 2012

Mengapa Saya Hidup di "Masa Kelam" Sepakbola Indonesia ?

Sepakbola, mungkin 90% masyarakat Indonesia pasti mengenal olahraga yang satu itu. Dari permainan jalan raya, lapangan kampung yang berlumpur, sampai ke sekolah sepakbola ternama di penjuru Nusantara selalu jadi primadona diantara permainan rakyat lainnya. Bahkan tidak sedikit bocah yang gemar sepakbola menjadikan olahraga ini sebagai hobi dan cita-citanya kelak.
Desember 2010 mungkin adalah salah satu masa-masa terindah sepakbola Indonesia di era modern, Piala AFF dimana negara tercinta menjadi tuan rumahnya. Diawali kedatangan bantuan "legiun asing" berpaspor Indonesia sekelas Christian Gonzales dan Irfan Bachdim memperbesar kesempatan menjadi juara di ajang terbesar hajat sepakbola Asia Tenggara. Namun kenyataan berbanding tak sejalan, pertandingan final yang diadakan di Malaysia tercium berbau KKN, Timnas kalah 3-0 di negeri jiran meskipun dapat kita balas 2-1 di Jakarta tapi juara tetap untuk Harimau Malaya.
Indikasi KKN yang dihembuskan berbagai pihak dalam final tersebut memicu gerakan penggulingan paksa pada rezim Nurdin Halid pasca turnamen. Setelah berbagai gerakan boikot dan aksi massa peduli sepakbola Indonesia digelar Nurdin cs pun berhasil dikudeta.
Peristiwa yang awalnya dianggap sebagai awal dari reformasi PSSI ini disambut antusias dan optimisme pecinta bola Indonesia. Sekelompok penggagas "Liga Primer Indonesia" yang menjadi aktor pengkudeta Nurdin pun berhasil menempati kursi panas PSSI dengan Djohar Arifin sebagai ikonnya.
Namun, Langkah besar cenderung ngawur dijalankan, dengan kontroversial arsitek Timnas di AFF cup Alfred Riedl dipecat secara sepihak oleh pengurus baru, tidak sampai disitu Liga Lama diganti Liga Baru dengan meng-ilegalkan Liga Lama, masih kurang meng-ilegalkan Liga mereka juga meng-ilegalkan pemain dan anggota Liga yg di-ilegalkan.
Kebijakan ini berdampak pada Timnas yang Baru juga, pemain timnas lama yang bermain di "Liga Ilegal" dilarang bermain untuk negaranya. Pemain baru minim pengalaman pun berkesempatan mengisi post yang ditinggalkan senior-senior mereka. Debut mereka diajang internasional dimulai di kota Manama,Bahrain. Memikul sisa beban Timnas Senior diajang pra-Piala Dunia 2014 "Timnas Muda" berangkat ke Bahrain bermodal satu laga ujicoba dengan tim lokal. Dan hasilnya 10 gol tanpa balas menghujam jala Tim Garuda, yang merupakan kekalahan terbesar Timnas di ajang internasional. Atas kekalahan itu wacana pembubaran pengurus baru pun kembali menyeruak.
Entah apa dosa bangsa ini bila "obat" pelipur lara rakyat semacam sepakbola saja bernasib suram seperti kondisi politik dan ekonomi bangsa yang masih belum kunjung maju. Masih adakah yang bisa mengubah nasib bangsa di mata dunia selain dari sepakbola kita yang "nyaris" maju ini. Dan mungkin sempat terlintas dipikiran, "Mengapa Saya Hidup Untuk Menyaksikan Masa Kelam Sepakbola Indonesia?".
Tapi demi Garuda, sampai saat ini Saya bangga memiliki TimNas berlambang Garuda di Jersey.
Inilah bentuk rasa cinta Kami, harapan Kami, harapan pecinta sepakbola Indonesia, pecinta Tim Nasional Indonesia. Jangan Renggut Kesucian Sang Garuda !!
Bravo TimNas !!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar