Sepatu sepakbola mengalami
perkembangan setiap tahunnya dan menjadi lebih baik. Sepatu klasik milik adidas
ini pun berkembang dari sepatu yang mengedepankan kekuatan menjadi sepatu serba
bisa: membantu pemain dalam kontrol bola, mengumpan dengan akurat, dan menembak
ke gawang dengan bobot sepatu yang tidak terlalu berat.
AdiPower Predator (2011)
Dirilis pada bulan Mei 2011,
adiPower Predator mulai menandai obsesi adidas untuk mengurangi bobot
sepatunya. Sol Sprintframe super ringan namun kuat yang identik dengan lini
sepatu speed adidas, Adizero, pertama kali disematkan pada
Predator ini. Sprintframe membuat adiPower Predator lebih ringan 25% dari
pendahulunya, Predator X. Meski demikian teknologi Predator X, yakni
Powerspine tetap dipertahankan pada model ini. Elemen Predator pada sepatu ini
dibagi menjadi dua zona. Sirip 3D yang memberi tambahan kekuatan dan plastik
silikon yang menambah kendali pada bola serta membuat arah bola sulit ditebak.
AdiPower Predator SL (2011)
Trend permainan bola yang
mendewakan kecepatan membuat adidas bereksperimen dengan si Predator. Adidas
pun mendorong batas bobot Predator dengan meninggalkan lapisan kulit dan
menggantinya dengan material SprintSkin. AdiPower Predator SL menjadi
Predator terringan yang pernah diproduksi. Bobotnya hanya mencapai 211 gram.
Ide penyatuan speed dan power dalam sebuah sepatu
sepertinya kurang populer karena amat jarang kita melihat pemain yang
mengenakan sepatu ini di lapangan.
Predator LZ (2012)
Adidas mencoba untuk menggabungkan
unsur kecepatan, kekuatan, dan kontrol pada Predator ini. LZ, singkatan dari
Lethal Zones, merupakan teknologi panel karet yang terbagi menjadi lima area
pada sepatu ini. Kelima zona tersebut ialah first touch, dribble, drive,
pass, dan sweet spot. Predator LZ merupakan Predator
pertama yang menggunakan kulit sintetis dan sistem miCoach yang mampu
memonitor performa pemain.
Predator LZ 2 (2013)
Masih dengan konsep Lethal Zones,
adidas hanya memberikan sedikit perubahan pada model ini. Zona-zona yang
ditandai oleh panel karet diubah sedikit desainnya namun tetap memiliki prinsip
dan fungsi yang sama dengan Predator LZ pendahulunya. Fitur lainnya ialah
teknologi HybridTouch yang membuat Predator LZ 2 dapat berfungsi sama baiknya
dalam berbagai kondisi cuaca.
Predator Instinct (2014)
Inilah bentuk evolusi terakhir
dari sebuah Predator. Diluncurkan pada tahun ke-20 sejak model pertama,
Predator Instinct memperbaiki konsep Lethal Zones yang diwariskan model
sebelumnya. Ia diperkenalkan pada event akbar sepak bola, Piala Dunia 2014 di
Brazil, dengan konsep Battle Pack. Fitur signifikan yang dimiliki oleh Predator
Instinct ialah sol yang lebih fleksibel sehingga mempermudah pemain untuk
bergerak dan berubah arah secara spontan.
Demikian akhir dari ulasan mengenai
sejarah adidas Predator. Bagaimana menurut anda? Tepatkah taktik adidas
untuk mengubah haluan dari sepatu “penembak” menjadi sepatu “all-round”?
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar